Rabu, 19 Maret 2014

Ada 12 kru dan 227 penumpang di dalam pesawat Malaysia Airlines yang menghilang sekitar 40 menit setelah lepas landas dari Kuala Lumpur menuju Beijing pada 8 Maret. 

Mereka semua berasal dari berbagai belahan dunia: ada 14 kewarganegaraan antara lain Selandia Baru, Iran, Amerika Serikat, dan Indonesia. Dua pertiga penumpang berasal dari Cina. Berikut ini adalah kisah tentang beberapa penumpang dalam pesawat nahas tersebut.

Kapten Berpengalaman
Pilot pesawat Zaharie Ahmad Shah, 53, bergabung dengan Malaysia Airlines pada 1981 dan memiliki pengalaman lebih dari 18 ribu jam terbang. Orang-orang yang mengenal Zaharie dari keterlibatannya dalam lingkaran politik oposisi di Malaysia dan area lain yang digelutinya menggambarkan dia sebagai pribadi yang mudah bergaul, rendah hati, penyayang, dan juga sangat berdedikasi terhadap pekerjaan yang dijalaninya.

Laman Facebook miliknya menunjukkan dia adalah seorang pecinta penerbangan. Dia membuat simulator pesawat sendiri di rumah dan suka menerbangkan pesawat dengan remote control. Selain itu, ada juga foto-foto dari semua koleksinya, termasuk sebuah helikopter mesin ganda ringan dan sebuah pesawat amfibi.

Lahir di negara bagian Penang, kapten yang juga seorang kakek itu merupakan seorang pria yang bisa memperbaiki berbagai peralatan rumah tangga sekaligus koki rumahan yang cukup andal. Zaharie mengunggah beberapa video di YouTube, termasuk mengenai bagaimana cara membuat AC menjadi lebih efisien untuk menghemat tagihan listrik, bagaimana membuat jendela tahan air, dan bagaimana cara memperbaiki alat pembuat es di kulkas.

Banyaknya “like” dan aktivitas lain di akun YouTube milik Zaharie menunjukkan penerimaan yang cukup hangat atas atheisme, sebuah pengakuan tidak biasa di Malaysia yang penduduknya didominasi umat Muslim.

Kontroversi dari Kokpit
Seorang imam dari masjid setempat menggambarkan co-pilot Fariq Abdul Hamid sebagai seorang “anak baik-baik”. Para tetangganya menggambarkan dia sebagai sosok yang soleh. 

Dia dicap sebagai seorang playboy oleh media asing, setelah ada pembeberan yang mengungkap bahwa dia dan dua pilot lain mengundang dua wanita yang menaiki pesawat mereka untuk duduk di kokpit saat penerbangan internasional pada 2011. 

Selama penerbangan berlangsung para pilot itu merokok dan menggoda mereka, kata salah satu wanita yang diundang, Jonti Roos dari Afrika Selatan, dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh Nine Network Australia.

Aktivitas Fariq, 27, baru-baru ini direkam oleh kru dari “CNN Business Traveler”. Reporter CNN Richard Quest menyebut adegan itu pendaratan sempurna Boeing 777-200, model yang sama seperti pesawat yang lenyap secara tiba-tiba tersebut. 

Sebuah laman penghormatan online untuk para pilot itu menunjukkan foto Fariq di dalam kokpit bersama Richard Quest, keduanya menyunggingkan senyuman.

Namun, Fariq masih baru dalam mengendarai model 777 dan memiliki 2.763 jam terbang secara keseluruhan.

Tetangganya Ayop Jantan mengatakan dia mendengar kabar Fariq sudah bertunangan dan sedang merencanakan pernikahan. Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, prestasi Fariq di bidang pekerjaan menjadi kebanggaan bagi ayahnya, kata Ayop.

Tujuan Korea Utara
Dosen kimia Kranti Shirsath sedang dalam perjalanan menuju Korea Utara melalui Beijing untuk mengunjungi suaminya Prahlad, yang hampir menyelesaikan kontrak tiga tahun dengan grup nirlaba Concern Worldwide. Dia berencana untuk membantu suaminya berkemas sebelum pulang ke rumah mereka di India, tempat Kranti tinggal bersama dua putra mereka di kota sebelah barat, Pune.

Selama 17 tahun terakhir, pasangan suami istri itu tinggal di berbagai negara, termasuk Afghanistan dan Tajikistan, karena Prahlad bertugas di LSM yang berbeda. Namun Kranti tetap tinggal dengan anak-anak mereka ketika Prahlad mendapat tugas di ibu kota Korea Utara, Pyongyang.

Prahlad pergi ke Kuala Lumpur setelah mendengar kabar bahwa pesawat yang ditumpangi istrinya menghilang. Setelah menghabiskan empat hari di Kuala Lumpur tanpa membuahkan hasil, Prahlad kembali ke Pune untuk menemui putranya.

“Selain tidak ada kabar mengenai pesawat tersebut, hal yang lebih menyakitkan adalah berbagai teori konspirasi yang beredar,” kata Prahlad Shirsath kepada para reporter di Pune.

Ahli Kaligrafi yang Diakui
Ahli kaligrafi pemenang penghargaan Meng Gaosheng, 64 tahun, adalah ketua delegasi beranggotakan dua puluhan seniman Cina yang akan mengikuti pameran selama tiga hari di Malaysia berjudul “The China Dream, An Ode to Colors”.

Hasil karya Meng dipajang di area turis utama di Beijing, seperti balai memorial dan makam Mao Zedong serta Great Hall of the People.

Saat berada di Kuala Lumpur, Meng menghabiskan sebagian besar waktunya bersama para seniman di pameran. Namun, sehari sebelum mereka kembali, para seniman melakukan tur ke situs-situs terkenal di Kuala Lumpur, seperti istana kerajaan dan Menara Kembar Petronas, gedung paling tinggi di Malaysia.

Menurut Xu Lipu, seorang seniman yang juga ikut dalam perjalanan itu namun mengambil penerbangan lain untuk pulang ke Cina, Meng adalah seorang seniman yang diakui dan senang berbagi pandangannya mengenai teori artistik kepada seniman lain. Meng selalu mendorong seniman lain dengan memberikan pujian kepada mereka dan pada hasil karya mereka, kata Xu.

Pensiunan PNS, Seniman Penuh Semangat
Wang Linshi, 69, bekerja sebagai PNS di kota timur Cina, Nanjing, sampai mencapai masa pensiun. Namun dia punya minat besar melukis, khususnya melukis anak ayam dan ayam jago, menurut keterangan putranya Wang Zhen. Wang Linshi sedang melakukan perjalanan bersama grup Meng Gaosheng.

“Saya ingat ketika saya masih kecil, ayah saya sengaja memelihara anak ayam untuk mengamati perilaku mereka agar dia bisa melukis anak-anak ayam tersebut,” kata Wang Zhen.

Istri Wang Linshi, Xiong Deming, 63, juga ikut pergi bersama grup itu. Wang Zhen menggambarkan ibunya sebagai sosok yang manis dan juga bijaksana, seseorang yang selalu menjaganya dan juga baik dalam memperlakukan istri barunya.

Wang Zhen, seorang insinyur, mengatakan bahwa sejak dia menikah setahun lalu, kedua orangtuanya tidak pernah berhenti menyemangati dia dan istrinya untuk memiliki seorang anak.

“Mereka ingin kami memberikan seorang cucu kepada mereka. Mereka tidak peduli apakah cucunya nanti laki-laki atau perempuan, yang penting mereka punya seorang cucu,” kata Wang.

Terakhir kali dia mendengar kabar dari ayahnya adalah ketika mereka saling mengirim SMS, saat ayahnya sedang berada di bandara internasional Kuala Lumpur. Wang mengirimkan SMS kepada ayahnya untuk menanyakan bagaimana kabar ayahnya di sana, yang dibalas Wang Lingshi: “Perjalanan kami berjalan dengan sangat mulus. Kami akan kembali besok malam. Aku agak sibuk untuk berbincang-bincang saat ini.” 

Perjalanan Dinas Terakhir ke Cina
Keluarga Philip Wood berjumpa dengan pria tersebut di Texas, Amerika Serikat. Sedianya, ini akan menjadi perjalanan dinas terakhir Wood ke Cina yang bekerja sebagai salah satu petinggi perusahaan teknologi IBM. Philip Wood, 50, belum lama ini memperoleh sertifikat scuba diving, salah satu cara memuaskan jiwa petualangnya. 

Keluarga Wood terus mengikuti berita pencarian pesawat Malaysia Airlines di kediaman mereka di Keller, Texas, salah satu wilayah permukiman di Dallas-Fort Worth. Adik terkecil Philip, James, mengatakan pada Senin pekan ini bahwa keluarga mereka terus memanjatkan doa, meskipun mereka bersikap realistis mengenai peluang ditemukannya Philip dalam keadaan selamat. 

“Kami tidak yakin ia akan pulang dengan selamat, meskipun kami berharap ia selamat,” ujar James Wood. Ia kemudian menambahkan, “Kami masih yakin semuanya akan baik-baik saja.”
 
Philip sudah bekerja di Beijing, Cina, selama dua tahun terakhir dan ia melakukan perjalanan terakhirnya ke negara tersebut melalui bandara Kuala Lumpur, Malaysia.
 
James Wood mengatakan kakaknya merupakan orang berjiwa petualang. Ia suka melakukan perjalanan dan melihat berbagai tempat baru. Ini adalah salah satu hal yang disukai Philip dari pekerjaan yang ia geluti. Philip merupakan seorang duda dan memiliki dua orang anak yang sudah dewasa, salah satu di antaranya merupakan mahasiswa di Texas A&M University. 

“Dengan jujur aku bisa katakan ia adalah orang yang menjalani hidupnya dengan penuh makna,” ujar James Wood. 

Perjalanan Pertama ke Luar Negeri
Maimaitijiang Abula, seorang guru seni berusia 34 tahun asal Xinjiang, wilayah barat Cina--kampung halaman kelompok etnis minoritas Uighur--untuk pertama kalinya ke luar negeri. Ia adalah bagian dari kelompok pelukis dan seniman kaligrafi yang berkunjung ke Malaysia untuk menggelar sebuah pameran. 

Sahabat karibnya, Yimamu'aishanjiang, mengatakan kepada majalah Cina Nanfang People Weekly, bahwa seniman tersebut bercerita bahwa ia bertekad menjadi seorang pelukis realisme yang handal. 

Maimaitijiang begitu gembira dengan pencapaiannya di Malaysia: ia memenangi sebuah penghargaan, diwawancarai oleh salah satu stasiun TV di Malaysia, dan salah satu lukisan karyanya dipamerkan di sebuah galeri, seperti diutarakan Yimamu'aishanjiang kepada Nanfang People Weekly. 

Salah seorang sahabatnya yang lain, Aiyin Abudu mengatakan kepada majalah tersebut bahwa Maimaitijiang mulai menggambar saat ia baru berusia enam tahun dan berharap “Seluruh masyarakat dunia mengenal Xinjiang lewat karya-karyanya.”

Beberapa saat sebelum melakukan penerbangan dengan pesawat 370 milik Malaysia Airlines, Maimaitijiang sempat menelepon sang sahabat Yimamu'aishanjiang. Maimaitijiang mengatakan “Apa kabar sobat?”

“Kami semua berada di sekolah, menantikan kau kembali,” sahut Yimamu'aishanjiang. 

Pekerjaan Baru di Mongolia 
Paul Weeks, seorang teknisi mesin berusia 39 tahun berkewarganegaraan Selandia Baru, sedang dalam perjalanan menuju Mongolia untuk melaksanakan pekerjaan barunya. Ia berencana untuk segera kembali ke rumahnya di Perth, Australia Barat. Istri dan kedua putranya menantikan dirinya. 

Sebelum berangkat, ia menyerahkan cincin pernikahan dan jam tangannya kepada sang istri Danica untuk disimpan baik-baik. Ia meminta Danica untuk mewariskan barang tersebut kepada kedua putranya, Lincoln yang baru berusia tiga tahun dan Jack yang baru berusia 11 bulan, jika hal yang tidak diinginkan sampai terjadi. 

Danica Weeks mengatakan pada Selasa pekan ini bahwa ia dapat menerima kenyataan hilangnya pesawat yang ditumpangi sang suami, namun ia terlalu sedih untuk berbicara lebih jauh lagi. 

Lewat sebuah tulisan di Facebook sehari setelah pesawat dilaporkan menghilang, Danica mencurahkan isi hatinya: “[Aku] berada di situasi yang tidak pernah aku harapkan, berusaha keras mengumpulkan kekuatan bagi kedua putraku yang manis, aku amat merindukan suamiku tercinta.”

Paul Weeks sempat diwawancarai oleh surat kabar Selandia Baru The Press pada 2012 mengenai keputusannya untuk memboyong keluarganya ke Australia dari kota Christchurch, Selandia Baru, setelah porak poranda akibat gempa bumi setahun sebelumnya. 

“Aku menganggap hijrahnya kami ke Australia sebagai satu keharusan, bukan sebagai pilihan, karena sebenarnya kami bahagia membangun keluarga di Christchurch,” ujar Paul kepada The Press. 

Teknisi Pesawat
Mohamad Khairul Amri Selamat, seorang teknisi pesawat berusia 29 tahun dari sebuah perusahaan penyewaan pesawat swasta, ayah dari seorang putri yang baru berusia 15 bulan, sedang melakukan perjalanan ke Beijing untuk urusan pekerjaan. 

Keberadaannya di dalam pesawat Malaysia Airline menjadi sorotan setelah otoritas Malaysia mengatakan mereka yakin berubahnya jalur penerbangan pesawat dan putusnya sambungan komunikasi otomatis dilakukan secara sengaja. 

Mohamed Khairul baru-baru ini pindah ke rumah baru di pinggiran kota Kuala Lumpur. Keluarga berencana berkunjung pada bulan ini saat Khairul kembali dari Beijing, kata sang ayah Selamat Omar.

Khairul sempat menelepon ayahnya pada 6 Maret, malam hari untuk memberitahukan mengenai perjalanan yang akan ia lakukan dan menanyakan mengenai kesehatan sang ayah yang menderita diabetes. 

“Terserah orang lain bilang apa, namun aku sangat mengenal putraku. Tidak mungkin ia terlibat dalam kasus semacam ini,” ujar Selamat. “Aku berdoa agar pesawat tidak mengalami kecelakaan dan ia akan segera kembali.”

Selalu Menelepon Dua Kali
Chandrika Sharma selalu menelepon ibunya dua kali sebelum melakukan perjalanan. 

Pertama, ia menelepon untuk memberi tahu sang ibu mengenai perjalanan dan menanyakan apakah ibunya membutuhkan sesuatu. Kemudian ia akan kembali menelepon untuk memberi tahu bahwa ia sudah berada di bandara dan bersiap untuk melakukan penerbangan. 

“Kali ini juga, Chandrika meneleponku sebelum berangkat untuk mengingatkanku agar tidak lupa untuk minum obat,” ujar Shakuntala Sharma, 88. Terakhir kali ia berbincang-bincang dengan putrinya adalah pada 7 Maret lalu sebelum pesawat lepas landas. 

Chandrika, seorang aktivis LSM sekaligus direktur International Collective in Support of Fishworkers, sedang dalam perjalanan menuju Mongolia untuk mengikuti sebuah konferensi. Chandrika selalu peduli terhadap “masyarakat miskin dan tidak berdaya,” seperti diungkapkan oleh sang ibu. 

Chandrika adalah seorang istri sekaligus ibu dari seorang putri. Ia juga mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di New Delhi, India. 

Suami Chandrika, K.S. Narendran, seorang konsultan manajemen di Chennai, India, bingung mengapa pesawat bisa menghilang begitu saja. 

“Ada kecurigaan bahwa ada hal lain yang lebih besar dalam peristiwa ini melebihi apa yang diberitakan. Dan jika hal itu benar, siapa yang diuntungkan dari peristiwa ini?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar